Archive for 2011

Semangkuk Bakmi Panas

Selasa, 15 Maret 2011 · Posted in

Semangkuk Bakmi Panas

Pada malam itu Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata, “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?”

“Ya, tetapi, aku tidak membawa uang.” jawab Ana dengan malu-malu “Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu.” jawab si pemilik kedai, “Silakan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”. Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.

“Ada apa, nona?” tanya si pemilik kedai. “Tidak apa-apa. Aku hanya terharu.” jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.

“Bahkan seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi!, tetapi, ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri.” katanya kepada pemilik kedai. Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata “Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya.” Ana terhenyak mendengar hal tersebut.

“Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.” Ana segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah: “Ana, kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang”.

Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis di hadapan ibunya. Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita (keluarga), khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.

RENUNGAN:

BAGAIMANA PUN KITA TIDAK BOLEH MELUPAKAN JASA ORANG TUA KITA. SERINGKALI KITA MENGANGGAP PENGORBANAN MEREKA MERUPAKAN SUATU PROSES ALAMI YANG BIASA SAJA, TETAPI KASIH DAN KEPEDULIAN ORANG TUA KITA ADALAH HADIAH PALING BERHARGA YANG DIBERIKAN KEPADA KITA SEJAK KITA LAHIR.

PIKIRKANLAH HAL ITU. APAKAH KITA MAU MENGHARGAI PENGORBANAN TANPA SYARAT DARI ORANG TUA KITA?

HAI ANAK-ANAK, TAATI DAN HORMATILAH ORANG TUAMU DALAM KESEHARIANMU, KARENA ITULAH HAL YANG TERINDAH DI MATA TUHAN

Kisah Suami dan Istri

Kamis, 13 Januari 2011 · Posted in

Kisah suami dan istri


Suatu hari sepasang kekasih yg saling mencintai menikah…. Mereka sangat bahagia, tetapi selang sebulan setelah pernikahan itu kebiasaan buruk dari masing-masing mulai terlihat. Akhirnya mereka membuat kesepakatan atau komitmen. Tepatnya di sebuah ruang keluarga, mereka duduk berhadap-hadapan dan mulailah percakapan itu:

Percakapan dimulai dari perkataan sang istri, sedangkan sang suami mendengarkan baik-baik.

Istri: “Sayang aku ga mau nantinya kita ribut dan berakhir perceraian sebelum itu terjadi, aku mau kamu menulis kebisaan buruk aku yg ga kamu sukai dan sebaliknya juga aku, aku akan menulis kebiasaan buruk kamu yg ga aku sukai… gimana sayang?”

Suami: “Oke… aku setuju…”

Mulailah mereka menulis, si istri langsung menulis di kertas dengan cepat dan seksama. Tak berapa lama si istri sudah menulis sepertinya ada 5 atau 7 nomor sedangkan si suami hanya bisa melihat dan belum memulai menulis satu kalimat bahkan satu kata pun tidak.

Istri: “Aku sudah selesai.. kamu??”

Suami (dengan tersenyum): “Aku juga sudah selesai…”

Istri: “Kalau gitu kamu yg baca duluan…”

Suami: “Tidak-tidak… kamu duluan yg membaca…”

Istri : “Ok, aku dulu yg membaca, tapi aku harap kamu jangan tersinggung ya sayang…”

(si istri mulai membaca)

“Satu, aku ga suka kamu ngorok atau ngigau di saat kita tidur bersama…”

Mendengar hal itu si suami tidak lagi menatap wajah si istri, pandanganya mulai kemana-mana.

(si istri melanjutkan)

Istri: “Dua, kamu tuh ga bisa rapi… baju kotor entah kamu taruh sembarangan dimana-mana… aku sudah bilang kan baju kotor langsung ditaruh di tempat pakaian kotor…”

Mendengar perkataan si istri yangg ke dua, si suami menundukkan kepala. Berlanjut si istri membaca yang ketiga hingga nomor enam, si suami terdiam dan menggenangkan air mata.

Si istri melihat: “Sayang kamu ga papa kan?”

Si suami hanya menggelengkan kepala dan tersenyum.

Istri: “Baiklah aku lanjutkan lagi…”

(si istri membaca yg terakhir)

Istri : “Kalau kamu, seperti apa yg kamu tulis di kertas itu? coba bacakan…”

Suami : (menggelengkan kepala… dan memperlihatkan kertas kepada istrinya)
“Aku tidak menuliskan apapun..karena bagiku..tak ada satupun keburukan dari sikap kamu, sayang… Aku mencintai kamu apa adanya dan cinta yang apa adanya itu tidak menuntut seseorang untuk mengubah kebiasaannya… karena itulah cinta… berbeda dan saling melengkapi.”

Mendengar hal itu si istri menangis dan memeluk suaminya… dan berkata,

Istri: “Maafkan aku…”

Suami: “Sebelum kamu minta maaf…aku sudah memaafkan mu…”